PEKANBARU (TRANSMEDIA.CO)-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan ada konsekuensi bagi pejabat yang namanya disebut dalam dakwaan perkara korupsi dana persediaan APBD Kota Pekanbaru dan gratifikasi dengan terdakwa Pj Walikota Pekanbaru, Risnandar Mahiwa, Sekda Kota Pekanbaru Indra Pomi Nasution dan Plt Kabag Umum Novin Karmila.
Penegasan ini disampaikan Koordinator Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi, Meyer Volmer Simanjuntak SH, ketika ditemui transmedia.co usai sidang di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Selasa 29 April 2025.
“Dalam dakwaan yang kami sampaikan, ada nama-nama di luar Risnandar, Indra Pomi dan Novin. Itu semuanya ada konsekuensinya kami sebutkan dalam dakwaan. Apakah akan ada tersangka baru? Ikuti terus perkembangannya ya,” ujar Meyer.
Untuk diketahui dalam dakwaan pertama Penuntut Umum KPK terhadap terdakwa Risnandar Mahiwa, Indra Pomi Nasution dan Novin Karlina, disebutkan bahwa terdakwa Risnandar Mahiwa selaku Pj Walikota Pekanbaru, bersama-sama dengan terdakwa Indra Pomi selaku Sekretaris Daerah Kota Pekanbaru, Novin Karmila, Plt Kabag Umum dan Nugroho Dwi Tri Putranto alias Untung pada waktu antara bulan Mei 2024 sampai dengan bulan November 2024, telah melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang mempunyai hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut.
Pada waktu menjalankan tugas meminta, menerima atau memotong pembayaran kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang lain atau kepada kas umum yaitu telah memotong dan menerima uang seluruhnya berjumlah Rp8.959.095.000 dari pencairan Ganti Uang Persediaan (GU) dan Tambahan Uang Persediaan (TU) yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah/ Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Perubahan (APBD/ APBD-P) Kota Pekanbaru Tahun Anggaran 2024 yang diajukan oleh Bagian Umum Sekretariat Daerah Kota Pekanbaru.
Dari Rp8.959.095.000 itu, terdakwa Indra Pomi Nasution menerima sejumlah Rp2.410.000.000, Risnandar Rp2.912.395.000, Novin Karmila Rp2.036.700.000 dan Nugroho Dwi Tri Putranto alias Untung menerima sejumlah Rp1.600.000.000.
Atas perbuatan ini ketiganya didakwa melanggar Pasal 12 huruf f Jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara dalam dakwaan kedua Penuntut Umum KPK mendakwa Risnandar Mahiwa dan Indra Pomi Nasution menerima suap atau gratifikasi. Terdakwa Risnandar menerima sebesar Rp906 juta, sementara Indra Pomi Nasution menerima Rp1,2 miliar.
Sementara pemberi dalam dakwaan Penuntut Umum disebutkan antara lain, penerimaan gratifikasi yang diperoleh Risnandar Mahiwa antara lain dari Kabid Persampahan Dinas Lingkungan Hidup, melalui Tengku Ahmad Reza Pahlevi sebesar Rp5 juta. Bulan April dari Mardiansyah, Kadis Perkim Kota Pekanbaru melalui M Revaldi sebesar Rp50 juta diterima di parkiran rumah dinas walikota Pekanbaru.
Kemudian, bulan Juni dari Zulhelmi, Kadis Perindag Kota Pekanbaru melalui Nugroho di Mall Pelayanan Publik Rp10 juta, tas merek Bally seharga Rp8 juta diberikan di runah dinas walikota dan uang Rp20 juta dan uang Rp50 juta diserahkan pada bulan November di rumah dinas walikota.
Kemudian dari Yulianis, Kepala BPKAD Kota Pekanbaru pada bulan Juli sebesar Rp50 juta, bulan September Rp25 juta diserahkan melalui ajudan Untung di rumah dinas walikota sebesar Rp25 juta. Kemudian bulan Novber sebesar Rp100 juta melalui Untung, diserahkan di rumah dinas walikota.
Selanjutnya, diterima dari Alek Kurniawan, Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kota Pekanbaru, dua baju kemeja seharga Rp2,5 juta pada bulan Juli, kemudian uang Rp40 juta disetahkan melalui Untung di rumah dinas walikota.
Kemudian menerima dari Sekda Kota Pekanbaru, Indra Pomi Nasution sebesar Rp150 juta yang diserahkan melalui M Rivaldo di rumah dinas walikota. Dan pada bulan November Rp200 juta diserahkan di Mall Pelayanan Publik.
Kemudian menerima dari Yuliarso, Kadis Perhubungan Kota Pekanbaru Rp10 juta, bulan September Rp15 juta di Kantor Walikota, dan bulan September Rp15 juta diserahkan melalui Untung di rumah dinas walikota.
Dan terakhir diterima Rp100 juta dari Edwariansyah, Kadis PUPR Kota Pekanbaru.
Sementara gratifikasi sebesar Rp1,2 miliar yang diterima terdakwa Indra Pomi Nasution, berasal dari antara lain, dari Hariadi, Kabag Umum melalui ajudan Sekda sebesar Rp50 juta, diserahkan pada bulan Februari di Toko Baju Martin. Bulan Maret Rp50 juta dan bulan April Rp200 juta diserahkan di Toko Baju Martin. Kemudian pada bulan Mei Rp100 juta diserahkan di kantor DPRD Pekanbaru, Juni Rp200 juta, Juli Rp200 juta dan Agustus Rp200 juta di Toko Baju Martin.
Kemudian dari Zulhelmi Arifin Kadis Perindag sebesar Rp5 juta di ruang Sekda. Dari Yulianis Rp50 juta, bulan September Rp20 juta, Oktober Rp30 juta dan November Rp20 juta. Kemudian terima dari Martin Manurung, Kabid di Dinas Perkim Rp10 juta, bulan Juli Rp10 juta dan Oktober Rp5 juta.
Kemudian dari Alex Kurniawan, Kadis Pendapatan Kota Pekanbaru Rp10 juta diserahkan di ruang Sekda. Dari Zulfahmi Adrian, Krpala Satpol PP Kota Pekanbaru Rp6 juta yang diterima pada bulan Agustus. Dan terakhir dari Yuliarso, Kadis Perhubungan Kota Pekanbaru sebesar Rp50 juta
Uang gratifikasi yang diterima oleh terdakwa Risnandar Mahiwa dan Indrapomi Nasution ini tidak pernah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi, sesuai UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Perbuatan Terdakwa tersebut merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal 12B Jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Sementara dari penelusuran transmedia.co pemberi suap atau gratifikasi juga dapat dikenakan sanksi jika gratifikasi tersebut dianggap sebagai suap, yang diatur dalam Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).***hen