PEKANBARU (TRANSMEDIA.CO)-Kejaksaan Negeri Rokan Hilir menetapkan dua orang tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi di lingkungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Rokan Hilir. Dari dua tersangka tersebut, satu orang langsung dijebloskan ke penjara, sementara satu lainnya mangkir dengan alasan sakit.
Kasus ini berkaitan dengan proyek pembangunan dan rehabilitasi Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 4 Panipahan, Kecamatan Pasir Limau Kapas, yang didanai melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun anggaran 2023 dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, dengan total anggaran sebesar Rp4.316.651.000.
Dua tersangka dalam perkara ini adalah Asril Arief, selaku Kepala Disdikbud Rohil sekaligus Pengguna Anggaran (PA), dan Sefrijon, yang menjabat sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) pada enam kegiatan pembangunan serta pelaksana dua kegiatan rehabilitasi.
“SJ ditetapkan sebagai tersangka pada Kamis 15 Mei 2025 bersama tersangka lainnya, AA,” ujar Kepala Kejaksaan Negeri Rohil, Andi Adikawira Putera, didampingi Kepala Seksi Intelijen Yopentinu Adi Nugraha dan Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Misael Asarya Tambunan, Senin 19 Mei 2025.
Terhadap Sefrijon, penyidik melakukan penahanan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor: PRINT-01/L.4.20/Fd.2/05/2025 tertanggal 19 Mei 2025. Ia ditahan selama 20 hari ke depan, terhitung sejak 19 Mei hingga 7 Juni 2025, di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Bagansiapiapi.
“Penahanan dilakukan setelah penyidik mempertimbangkan syarat subjektif dan objektif sesuai ketentuan Pasal 21 KUHAP,” ujar Kajari.
Sementara itu, Asril Arief belum dilakukan penahanan karena mengaku sedang sakit saat dipanggil untuk pemeriksaan. Ia meminta agar pemanggilan dijadwal ulang.
“Jika memang benar sakit, tentu kita harus menghormati hak-haknya sebagai tersangka. Tapi jika sakit hanya dijadikan alasan untuk menghindari pemeriksaan, kami sudah menyiapkan strategi untuk menyiasatinya,” tegas Kajari Andi Adikawira Putera.
Berdasarkan hasil penyidikan, ditemukan sejumlah penyimpangan dalam pelaksanaan proyek yang dilakukan secara swakelola tersebut. Indikasi perbuatan melawan hukum baik secara formil maupun materiil di antaranya adalah penggelembungan harga material, penyusunan laporan pertanggungjawaban (SPJ) yang tidak sesuai ketentuan, serta mutu bangunan yang tidak sesuai spesifikasi. Akibat perbuatan tersebut, negara dirugikan sebesar Rp1.109.304.279,90.***